Sabtu, 29 Januari 2011

Aneka Berhala & Kesyirikan

Aneka Berhala & Kesyirikan
Penulis: Buletin Jum’at Al-Atsariyyah
 

Petaka demi petaka melanda, hati manusia pun luluh karenanya, aqidah dikorbankan, agama dilupakan, syariat hilang sedikit demi sedikit. Maka malapetaka apakah yang lebih dahsyat dibandingkan dengan malapetaka yang menimpa iman? Dialah kesyirikan. Bagaimana tidak, sedang Allah telah berfirman,



"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka; tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun". (QS.Al-Maa’idah :72).

Adapun malapetaka ini, kebanyakan orang hanya mengetahuinya secara global saja. Adapun kesyirikan secara terperinci, kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. Orang-orang hanya mengetahui bahwa syirik itu, ketika seseorang menduakan Allah dalam penciptaan; atau ketika seseorang menyembah patung-patung. Adapun menyembah orang sholeh, dan lainnya, dalam arti berdo’a, meminta pertolongan kepada orang sholeh atau wali-wali, memohon syafa’at, kesembuhan, jodoh, rejeki, dan lainnya kepada mereka, maka ini tidak dianggap syirik !! Ini tentunya keliru !! Syirik bukan terbatas pada penyembahan berhala. Tapi penyembahan segala sesuatu dari selain Allah, baik itu arca, nabi, malaikat, orang sholeh, pohon, kuburan, dan lainnya. Makhluk-makhluk yang disembah ini biasa kita istilahkan dengan "berhala".

Mereka keliru dalam membatasi kesyirikan hanya khusus pada penyembahan arca-arca, karena mereka menyangka bahwa orang-orang musyrikin di zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah kaum yang menyembah patung-patung saja, tanpa yang lainnya. Padahal jika membuka Kitabullah, dan kitab-kitab hadits, maka kita akan mendapat keterangan bahwa kaum musyrikin dahulu bukan hanya menyembah patung saja, bahkan ada yang menyembah kuburan, pohon, orang-orang sholeh. Silakan dengarkan penuturan seorang ulama Islam ketika menjelaskan jemis-jenis sembahan kaum musyrikin jahiliyyah:

Syaikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan-hafizhahullah- berkata saat menjelaskan sembahan-sembahan kaum musyrikin, "Kata Lata -tanpa dobel huruf -, adalah nama berhala di Tho’if .Dia berupa batu yang dipahat, yang dibangun sebuah rumah di atasnya. Padanya ada tirai-tirai yang menyamai ka’bah. Di sekelilingnya ada halaman, dan di mempunyai pelayan (penjaga). Orang-orang jahiliyah menyembahnya sebagai sekutu selain Allah -Subhanahu wa Ta’la-. Berhala ini milik kabilah Tsaqif dan kabilah-kabilah yang ada disekitar mereka. Mereka amat membanggakan berhala. Sebagian qira’ah membaca firman Allah,

Dengan dobel huruf t sebagai isim fa’il (Latta) dari kata kerja latta-yaluttuDia (Latta) adalahseorang lelaki yang shalih yang biasa mengadon tepung untuk memberi makan jama’ah haji. Ketika dia meninggal, orang-orang pun membangun sebuah rumah di atas kuburannya, dan menutupinya dengan tirai-tirai. Akhirnya mereka menyembahnya sebagai sekutu selain Allah -Subhanahu wa Ta’la- . Inilah Latta ! Adapun Uzzadia adalah pohon dari Sallam yang terletak di lembah Nakhlah yang terletak antara Mekah dan Tho’if. Di sekitarnya terdapat bangunan, dan tirai-tirai. Berhala ini juga mempunyai pelayan-pelayan (penjaga-penjaga).Di pohon ini terdapat setan-setan yang berbicara kepada menusia. Orang-orang bodoh menyangka bahwa yang berbicara kepada mereka adalah pohon-pohon itu atau rumah-rumah yang mereka bangun. Padahal yang berbicara kepada mereka adalah setan-setan untuk menyesatkan mereka dari jalan Allah. Uzza ini adalah berhala milik suku Quraisy, penduduk mekah serta suku-suku yang ada di sekitarnya. Adapun Manaat,dia adalah batu besar yang terletak tak jauh di Gunung Qudaid yang terletak antara Mekah dan Madinah. Berhala ini adalah milik suku Khuza’ah, Aus, dan Khozroj. (Jika ingin haji), mereka berihram di sisinya, dan mereka menyembahnya sebagai sekutu bagi Allah". [Coba lihat Syarh Al-Qowa’id Al-Ar-ba’ (hal. 31)]

Inilah tiga berhala yang merupakan berhala terbesarnya Bangsa arab. Maka penyembahan kepada arca, batu, orang sholeh dan pohon adalah sesuatu yang jelas kalau itu adalah kesyirikan. Tapi, sedikit yang menyadari bahwa menyembah orang-orang shalih yang telah meninggal juga adalah kesyirikan. Dialah berhala Latta bagi orang-orang Tsaqit dan kabilah-kabilah di sekitarnya.

Pembaca yang budiman, mungkin kita bertanya, "Bagaimanakah bentuk penyembahan mereka terhadap orang-orang shalih ini sehingga dikatakan sebagai suatu kesyirikan?" Perhatikanlah ucapan Syaikh Al-Fauzan di atas! Mereka menyembahnya bukan ketika orang shalih itu masih hidup tetapi setelah meninggalnya. Mereka bangun kuburannya, buatkan sebuah rumah di atasnya, dipasangi tirai/kelambu, dijaga oleh satu atau dua orang atau bahkan lebih. Kemudian orang-orang pun mendatanginya, menyampaikan hajat, berdo’a kepadanya atau minta dido’akan. Bukan kepada penjaga kuburan tersebut tetapi kepada orang shalih yang telah meninggal itu. Inilah keadaan mereka.

Allah mengabarkan perbuatan mereka dalam firman-Nya,

"Ingatlah, Hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". (QS. Az-Zumar : 3)

Kesyirikan semacam ini tidak hanya terjadi di zaman nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bahkan jauh sebelumnya telah terjadi pada kaum Nuh -alaihis salam-. Allah berfirman saat mengisahkan perkataan mereka,

"Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr". (QS.Nuh :23 ).

Penafsir Ulung Al-Qur’an, Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata dalam menafsirkan ayat ini,"Ini adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nuh. Ketika mereka telah meninggal, setan pun datang mewahyukan kepada kaum meraka untuk mendirikan patung-patung itu dengan nama orang-orang shalih, mereka pun melakukannya, tetapi orang-orang sholih itu belum disembah. Tatkala mereka meninggal dan ilmu telah dilupakan, maka patung-patung orang shalih itu pun disembah". [HR. Al-Bukhariy dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an (4920)]

Demikianlah pelaku kesyirikan, saling mewarisi dari zaman ke zaman; bentuknya kadang beda, tapi hakikatnya sama. Jaman nabi Nuh, orang shalih yang didatangi adalah dalam patung-patungnya, sedangkan jaman Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang didatangi adalah kuburannya. Adapun jaman kita sekarang, maka setiap tempat berbeda. Kadang di tempat ini, yang didatangi, dan disembah adalah patung atau pohon. Tetapi di tempat yang lain adalah kuburan. Mereka meminta dan mengharap darinya.

Mereka menjadikan orang-orang shalih sebagai berhala yang disembah selain Allah dalam bentuk mendatangi patung atau kuburannya, berdo’a kepada mereka, menyampaikan hajat-hajat keseharian kepada mereka, mengharap dan takut kepadanya, bernazar dan berkurban di sisinya. Semua ini adalah kesyirikan !!

Semua ini adalah perbuatan setan yang hendak menyesatkan manusia . Padahal jika kita memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an, kelak pada hari kiamat nanti, orang-orang shalih yang mereka sembah itu akan ditanya tentang penyembahan manusia kepadanya. Namun orang-orang shalih itu pun berlepas diri dari perbuatan mereka. Sebagai contoh, Nabi Isa –alaihis salam- dan ibunya yang dijadikan berhala oleh orang-orang nashrani. Allah -Ta’ala- berfirman,

"Dan (Ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia, "Jadikanlah Aku dan ibuku, dua orang tuhan selain Allah?". Isa menjawab, "Maha Suci Engkau. Tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara-perkara ghaib". (QS.Al-Maidah:116)

Al-Hafizh Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata, "Ini juga merupakan perkara yang Allah bicarakan tentangnya kepada hambam dan Rasul-Nya, Isa bin Maryam -alaihis salam- seraya berfirman kepadanya pada hari kiamat di depam orang-orang yang menjadikannya, dan ibunya sebagai dua sembahan selan Allah, "Adakah kamu mengatakan kepada manusia, "Jadikanlah Aku dan ibuku, dua orang tuhan selain Allah?". Ini merupakan ancaman bagi orang-orang Nasrani, celaan, dan kecaman kepada mereka di depan seluruh makhluk". [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (2/164)]

Al-Allamah Abdur Rahman bin Ali Ibnul Jauziy-rahimahullah- berkata dalam tafsirnya, "Lafazh ayat ini berupa pertanyaan. Sedang maknanya adalah kecaman bagi orang yang mendakwakan ketuhanan Isa". [Lihat Zadul Masir fi Ilm At-Tafsir (2/463)]

Selain menyembah orang sholeh, sebagian manusia menyembah malaikat. Ini juga merupakan kesyirikan dan pelakunya musyrik. Allah -Ta’ala- berfirman,

"Dan (Ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya Kemudian Allah berfirman kepada malaikat, "Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?". Malaikat-malaikat itu menjawab, "Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka Telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu". (QS.Saba’ :40-41 ).

Allah -Ta’ala- juga berfirman,

"Dan (Tidak wajar pula bagi-Nya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?". (QS. Ali Imran: 80 ).

Diantara bentuk kesyirikan, penyembahan matahari, rembulan, dan bintang-bintang. Allah -Ta’ala-berfirman,

" Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk". (QS. An-Naml :24 ).

Allah -Ta’ala- juga berfirman,

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah . (QS. Fushshilat :37 ).

Dalam ayat-ayat ini terdapat faedah bahwa kemusyrikan bukan hanya terbatas pada penyembahan arca sebagaimana yang dipahami oleh orang-orang jahil, bahkan menyembah orang sholeh (baik ia malaikat, nabi atau wali) pohon, bebatuan dan lainnya, semuanya termasuk kesyirikan. Semua bentuk kesyirikan telah ada di zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Olehnya, Syaikh Muhammad bin Sulaiman At-Tamimiy An-Najdiy -rahimahullah- berkata dalam Al-Qowa’id Al-Arba’ "Sesungguhnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- muncul di tengah manusia yang berbeda-beda dalam peribadatan mereka. Diantara mereka, ada yang mengibadahi malaikat, ada yang mengibadahi nab-nabi, orang sholeh, ada yang menyembah batu dan pohon; ada yang menyembah matahari dan rembulan". [Lihat Al-Majmu’ Al-Mufid fi Naqd Al-Quburiyyah wa Nushroh At-Tauhid (hal.609)]

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 52 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)

Selasa, 25 Januari 2011

TEGAK DI ATAS SUNNAH: Sepuluh Pembatal Keislaman

TEGAK DI ATAS SUNNAH: Sepuluh Pembatal Keislaman: "Seorang ulama Ahlus Sunnah dari negeri Yaman, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Washabi, menulis dalam kitab beliau yang ringkas 'Al-Qau..."

Minggu, 23 Januari 2011

Empat Orang yang Dilaknat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam


Naskah ini diangkat berdasarkan khutbah Jum’at Syaikh Ali bin Hasan al Halabi al Atsari – hafizhahullah- di Masjid al Akbar Surabaya, 18 Muharram 1427H bertepatan 17 Februari 2006. Narasi khutbah tersebut diterjemahkan oleh Abdurrahman Thayyib, kemudian kami tulis kembali dalam bentuk naskah, dengan penyesuaian seperlunya, tanpa mengurangi substansi materi. Judul di atas adalah dari Redaksi.
_________________________________________________________
Dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَعَنَ اللهُ مَن ذَبَحَ لِغَيرِ اللهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن سَبَّ وَالِدَيهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن غَيَّرَ مَنَارَ الأَرضِ,
لَعََنَ اللهُ مَن آوَى مُحدِثَا
Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah. Allah melaknat orang yang mencaci-maki kedua orang- tuanya. Allah melaknat orang yang merubah tanda batas tanah (orang lain), dan Allah melaknat orang yang melindungi orang yang mengada-adakan perkara baru dalam agama (bid’ah).
TAKHRIJ HADITS
- HR Bukhari di Adabul Mufrad, bab (8) man la’ana Allah man la’ana walidaih, no. 17.
- Muslim, dalam Shahih Muslim, kitab al adhahi, no. 3657, 3658, 3659.
- An Nasa-i, dalam as Sunan, kitab adh dhahaya, no. 4346, dan
- Ahmad di berbagai tempat dalam Musnad-nya.[1]
SYARAH HADITS
Di antara nikmat Allah yang terbesar dan anugerahNya yang paling agung, yaitu dijadikannya kita sebagai kaum Muslimin dan kaum Mukminin yang hanya beribadah kepadaNya, dan yang hanya mengikuti NabiNya Shallallahu ‘alaihi was sallam, serta menjadi pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Islam adalah agama yang mulia, tegak di atas al Qur`an dan Sunnah.

Allah berfirman dalam al Qur`an :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ
Dan Kami turunkan kepadamu al Qur`an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka. [an Nahl : 44].
Al Qur`an adalah dzikr, dan Sunnah adalah dzikr, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Ketahuilah, bahwa aku telah diberi al Qur`an dan yang semisal dengannya”.
Al Qur`an adalah Kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan mukjizat, dan membacanya terhitung sebagai suatu ibadah. Demikian pula Sunnah (hadits) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti yang telah Dia firmankan :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى , إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى .
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al Qur`an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). [an Najm : 3-4].
Dan sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Amru bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya dia pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil bertanya : “Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya, Anda terkadang berkata dalam keadaan marah dan terkadang dalam keadaan ridha. Apakah boleh kita menulis semua yang Anda katakan?” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Tulis semuanya, demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, tidaklah yang keluar dariku melainkan haq (benar),” sambil menunjuk ke arah mulut beliau yang suci.
Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tafsir bagi ayat-ayat yang global dalam al Qur`an dan pengkhusus bagi ayat-ayat yang umum, serta pengikat bagi ayat-ayat yang mutlak, dan dia adalah wahyu Allah Ta’ala. Di antara wahyu tersebut adalah diberinya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jawaami’ul kalim, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim, Pent), beliau bersabda : “Aku diutus dengan jawaami’ul kalim”. Arti jawaami’ul kalim adalah ucapan singkat, tetapi padat maknanya.
Di antara jawaami’ul kalim tersebut adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan pembahasan kita sekarang yang tercantum dalam Shahih Muslim, dari seorang sahabat yang mulia dan seorang khalifah yang mendapat petunjuk, yaitu Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَعَنَ اللهُ مَن ذَبَحَ لِغَيرِ اللهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن سَبَّ وَالِدَيهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن غَيَّرَ مَنَارَ الأَرضِ, لَعََنَ اللهُ مَن آوَى مُحدِثَا و
Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah. Allah melaknat orang yang mencaci-maki kedua orang- tuanya. Allah melaknat orang yang merubah tanda batas tanah (orang lain), dan Allah melaknat orang yang melindungi orang yang mengada-adakan perkara baru dalam agama (bid’ah).
Hadits ini amat singkat, namun mengandung banyak perkara yang berharga, karena menjelaskan hak-hak yang agung, yang menjadi landasan sosial masyarakat muslim. Jika kaum Muslimin telah mundur ke belakang, maka dengan mewujudkan hak-hak ini, mereka akan kembali menjadi umat yang maju di tengah umat-umat yang lain.
Di dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang hak ibadah, hak sunnah, hak nafs (jiwa), dan hak orang lain. Jika kita mau merenungi keempat hak-hak di atas, maka kita akan mendapatkan hal tersebut telah mencakup semua hak muslim, baik yang berkaitan dengan dirinya, orang lain, dan yang berkaitan dengan Rabb-nya serta NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hak ibadah adalah tauhid yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah”. Bagaimana dia bisa mengarahkan sembelihan kepada selain Allah? Sedangkan tindakan tersebut termasuk ibadah. Dan ibadah adalah sebuah nama yang mencakup hal-hal yang dicintai dan diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, yang lahir maupun yang batin, sebagaimana yang telah Allah Azza wa Jalla firmankan :
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ(162)لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku (sesembelihanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al An'am : 162-163].
Menjaga hak tauhid dan ibadah, adalah kewajiban yang harus ditanamkan di dalam hati dan akal pikiran, lalu diwujudkan dalam amal perbuatan dengan penuh keyakinan, tanpa ada sedikit pun keraguan. Bagaimana tidak demikian, sedangkan kita tidaklah diciptakan, melainkan hanya untuk beribadah kepadaNya saja, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56) مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka, dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. [adz Dzariyaat : 56-58].
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mengajarkan kepada sahabat-sahabat beliau yang masih kecil, apalagi kepada yang dewasa tentang hak ibadah ini agar ditanamkan dalam hati, dan tumbuh di dalam akal pikiran serta anggota badan.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu –sepupu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya : “Wahai, anak kecil. Aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa perkara. (Yaitu) jagalah Allah, maka pasti Allah menjagamu. Jagalah Allah, pasti engkau akan mendapatiNya di hadapanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan jika engkau memohon pertolongan, mintalah kepada Allah”.
Maka, tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Allah. Tidak ada yang berhak dimintai pertolongan melainkan Allah. Tidak ada yang berhak dijadikan sumpah melainkan Allah. Dan tidak ada yang berhak diistighasahi, melainkan Allah. Tidak ada yang berhak diserahi sesembelihan dan nadzar, melainkan Allah. Tidak boleh bernadzar kepada Nabi, wali maupun siapa saja, meskipun tinggi kedudukannya. Dengan ini, (seorang muslim) bisa menjaga hak ibadah dan tauhidnya.
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Allah melaknat orang yang melindungi muhditsan”.
Al muhdits, adalah orang yang mengada-adakan hal baru dalam agama (bid’ah) dan yang merubah Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hal ini, terdapat pemeliharaan terhadap hak Sunnah dan ittiba’ (mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Ketika kita mengikrarkan kalimat tauhid Laa ilaha illallah Muhammaddur Rasulullah. Maka, ucapan ini mengandung hak-hak, kewajiban-kewajiban serta konsekuensi-konsekuensi. Dan kalimat tersebut, bukan hanya sekedar huruf-huruf yang digandeng, atau ucapan yang terlepas begitu saja dari lisan. Tetapi, dengan kalimat inilah berdiri langit dan bumi. Tidak diciptakan manusia, melainkan untuk mewujudkan kandungan kalimat tersebut. Dan tidaklah diturunkan kitab-kitab Allah serta diutus para rasul, melainkan karenanya.
Kalimat Laa ilaha illallahu, maknanya tidak ada yang berhak disembah dengan benar, kecuali Allah. Dan kalimat Muhammadur Rasulullah, maknanya tidak ada yang berhak diikuti, melainkan Rasulullah. Sebaik-baiknya perkara adalah apa yang disunnahkannya. Dan sejelek-jeleknya perkara adalah apa yang beliau tinggalkan (bid’ah, Pent). Tidaklah beliau meninggal dunia, melainkan beliau telah menjelaskan segala kebaikan kepada kita dan melarang dari segala kejelekan.
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dari sahabat Abu Dzar al Ghifari Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata : “Tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kita, sampai-sampai burung yang terbang di udara telah beliau jelaskan kepada kita ilmunya”.
Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang hak Sunnah yaitu hak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada yang berhak diikuti, melainkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaulah suri tauladan yang baik dan yang sempurna bagi kita; bagaimana tidak, sedangkan Allah telah berfirman tentang beliau :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [al Ahzab : 21].
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan, bahwa satu-satunya jalan petunjuk, yang seorang hamba selalu memohonnya lebih dari sepuluh kali sehari semalam di kala shalat fardhu, sunnah maupun nafilah, yaitu اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (Tunjukilah kami jalan yang lurus), adalah dengan mengikuti sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada jalan yang lurus melainkan dengan mengikuti Sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang telah Allah firmankan وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا (Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. –an Nuur : 54). Apabila kalian mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kalian akan mendapat hidayah yang selalu kalian minta kepada Rabb kalian dikala siang dan petang hari. Inilah hak Allah, dan inilah hak RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta hak agamaNya. Maka apakah kita telah menjalankan semua hak-hak ini?
Di bagian yang lain dari hadits ini terdapat peringatan adanya dua kewajiban lain.
Yang pertama, yang merupakan urutan kedua dari hadits di atas, yaitu sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Allah melaknat orang yang mencela kedua orang tuanya”. Ini adalah kewajibanmu dan anda mesti menjadi pemeliharanya dengan baik. Yaitu engkau berbakti kepada keduanya, mendoakan mereka dan menjaga hak-hak mereka, tidak meremehkannya serta tidak menjadi penyebab engkau mencaci kedua orang tuamu.
Hak kedua orang tua, terkadang bisa secara langsung disia-siakan oleh anak yang durhaka, yaitu dengan mencaci-maki ayah atau ibunya karena mencari ridha sang istri, hawa nafsu maupun setannya. Dan sangat disesalkan, hal ini terjadi (di tengah masyarakat kita, Pent).
Adapun yang kedua, secara tidak langsung, yaitu engkau berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain mencaci-maki kedua orang tuamu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci-maki kedua orang tuanya,” para sahabat bertanya,”Bagaimana seseorang bisa mencaci-maki kedua orang tuanya?” maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Dia mencaci-maki ayah orang lain, lalu orang lain itu mencaci maki kembali orang tuanya”. Dan ini (termasuk) di antara arah tujuan syariat, yaitu menutup segala pintu (kejelekan) serta membendung kerusakan. Engkau tidak boleh berbuat suatu yang mengakibatkan kerusakan yang besar di kemudian hari. Tetapi amat disayangkan, perkara ini secara global banyak disepelekan oleh sebagian kaum Muslimin, bahkan oleh Islamiyyin (orang-orang yang bersemangat membela Islam tanpa bekal ilmu yang benar, Pent). Kita melihat, mereka bersemangat dalam banyak perkara dan banyak berbuat sesuatu, dan mereka mengira hal tersebut sebagai suatu bentuk hidayah dan kebenaran, namun hakikatnya tidak seperti itu [2]. Mereka melakukan dengan semangat membara, yang mengakibatkan umat Islam menjadi santapan lezat bagi umat-umat yang lain, dan menjadikan orang-orang kafir menguasai kaum Muslimin dan merampas harta kekayaan mereka.
Ini termasuk menutup segala pintu kejelekan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melarang kita mencaci-maki orang tua, sebuah tindakan yang termasuk dosa, maka bagaimana jika kita melakukannya lebih dari itu? Yaitu mencaci-maki orang tua orang lain, lalu orang tersebut mencaci-maki kedua orang tua kita? Ini termasuk dosa besar. Jika kita melaksanakan ketaatan kepada mereka maka ini termasuk menjaga hak jiwa pribadi (nafs) . Adapun meremehkan dan menyia-nyiakan mereka, maka akibat buruknya akan menimpa dirinya sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : [وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا] Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Al-Isra’ : 23).
Di dalam ayat ini Allah menyatukan antara ketaatan kepada kedua orang tua dengan ibadah hanya kepada-Nya saja, karena didalamnya terdapat unsur pemeliharaan terhadap hak jiwa sendiri, ayah dan anak.
Adapun hak yang terakhir yang disebutkan dalam hadits ini adalah yang berkaitan dengan hak orang lain. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam hadits ini empat hak yaitu : (1). Hak Allah (2). Hak Nabi (3). Hak nafs (4). Hak orang lain. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Allah melaknat orang yang merubah tanda batas tanah orang lain” maksudnya dia melanggar hak (tanah) orang lain baik itu tetangganya, kerabat, saudaranya ataupun orang yang jauh darinya. Barangsiapa yang melanggar hak orang lain meski kelihatannya sepele, niscaya akan terkena ancaman dalam hadits ini. Jika melanggar hak tanah orang lain saja yang berkaitan dengan masalah dunia mengakibatkan terlaknat, maka bagaimana kalau pelanggaran tersebut berkaitan dengan hak yang lebih besar dari itu seperti melanggar kehormatan atau kemuliaan orang lain dengan menggunjingnya, mengadu domba, berdusta atas namanya ?
Renungilah sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam : [إِنَّ أربَى الرِبَا استِطَالَة الرَجُلِ فِي عِرضِ أَخِيهِ المُسلِم] Artinya : “Dosa riba yang paling besar adalah seseorang melanggar kehormatan saudaranya muslim” yaitu dengan menggunjingnya, berdusta atas namanya, berburuk sangka kepadanya atau dengan mengadu domba antara dia dengan orang lain. Semua ini terlarang dan merupakan sebab perampasan hak orang lain dan termasuk dosa besar.
Jika kita mengetahui sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Satu dirham (hasil) riba yang dimakan oleh seseorang yang tahu (hukum-nya-pent) lebih besar dosanya di sisi Allah dari pada 36 kedustaan” Apabila ini tingkat paling rendah akibat harta riba, maka bagaimana dengan riba yang paling besar ? Ini semua dalam rangka menjaga hak-hak orang lain baik kerabat maupun orang yang jauh. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berpesan kepada Mu’adz bin Jabal, beliau bersabda : “Dan pergauli manusia dengan akhlak yang baik”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan (pergaulilah) orang-orang mukmin atau muslimin atau yang berpuasa saja atau orang-orang shalih atau shadiqin saja, tapi beliau malah mengatakan (pergaulilah manusia) maksudnya semua manusia baik dia mukmin atau kafir, shaleh atau tholeh. Karena dengan akhlakmu disertai pemeliharaan terhadap hakmu dan hak orang lain, engkau dapat mengambil hati mereka sehingga engkau bisa menyerunya (kepada kebenaran).
***
http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/12/30/empat-orang-yang-dilaknat-nabi/#more-8677

TAUHID SARANA MASUK SORGA

Tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dan utama di dalam agama Islam, karena sesungguhnya tauhid merupakan inti ajaran Islam ini. Bahkan tauhid adalah hikmah diciptakannya langit dan bumi oleh Alloh Ta’ala. Dia berfirman: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasannya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS. Ath-Thalaq (65):12)
اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ اْلأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ اْلأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا 
Imam Ibnul Qoyyim t berkata: “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla telah mengutus para RasulNya, menurunkan kitab-kitabNya, menciptakan langit-langit dan bumi, agar Dia dikenal, diibadahi, ditauhidkan, dan agar agama itu semuanya bagi Allah, semua ketaatan untukNya, dan doa hanya untukNya. Sebagaimana Alloh Ta’ala berfirman: 
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzariyat (51):56)”.
Beliau juga mengatakan: “Allah memberitakan bahwa tujuan penciptaan dan perintah adalah agar dikenal nama-namaNya dan sifat-sifatNya, hanya Dia yang diibadahi, tidak disekutukan”. (Ad-Da’ Wad Dawa’, hal:196, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit: Dar Ibnil Jauzi)
Imam Ibnu Katsir t berkata pada tafsir ayat di atas (surat Adz-Dzariyat, ayat: 56): “Makna ayat ini bahwa Allah Tabaraka Wa Ta’ala menciptakan seluruh hamba agar mereka beribadah kepadaNya semata, tidak ada sekutu bagiNya. Maka barangsiapa mentaatiNya, niscaya Dia membalasnya dengan balasan yang paling sempurna. Tetapi barangsiapa bermaksiat kepadaNya, niscaya Dia menyiksanya dengan siksaan yang sangat pedih.” (Tafsir Al-Quranil ‘Azhim) 
TAUHID INTI DAKWAH ROSUL 
Oleh karena itulah tidak aneh apabila tauhid juga merupakan sebab diutusnya para rasul Allah dan merupakan inti serta pembuka dakwah mereka.
Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi t berkata: “Ketahuilah bahwa tauhid merupakan awal dakwah seluruh para Rasul, awal tempat singgah perjalanan, dan awal tempat berdiri yang seorang hamba yang berjalan menuju Allah berdiri di atasnya”. (Minhatul Ilahiyah Fi Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal:45)
Allah berfirman:

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):”Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. 16:36)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلاَلَةُ فَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَانظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ 
Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t berkata di dalam Tafsirnya pada ayat ini: “Allah Ta’ala memberitakan bahwa hujjahNya telah tegak atas seluruh umat, dan bahwasanya tidak ada satu umat yang telah berlalu atau datang kemudian kecuali Allah telah mengutus Rasul padanya. Semua Rasul itu sepakat pada satu ajakan, satu agama, yaitu: beribadah kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya.” (Taisir Karimir Rahman Fi Tafsir Kalamil Mannan)
Pada ayat lain Allah berfirman:

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku”. (QS. 21:25)
وَ مَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ {25} 
Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t berkata di dalam Tafsirnya pada ayat ini: “Seluruh para Rasul –sebelummu (Muhammad Rasulullah)- bersama kitab-kitab mereka, inti dan pokok risalah mereka adalah perintah: beribadah kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan penjelasan bahwa Allah adalah ilah yang haq, al-ma’bud (yang berhak diibadahi), dan bahwa peribadahan kepada selainNya adalah batil .” (Taisir Karimir Rahman Fi Tafsir Kalamil Mannan)

TAUHID JALAN KE SORGA, SELAMAT DARI NERAKA 
Dengan keterangan di atas, juga nampak jelas bagi kita, mengapa tauhid merupakan satu-satunya sarana jalan ke sorga
Rasulullah n bersabda:

“Barangsiapa bersyahadat (bersaksi) -Laa ilaaha illa Allah, niscaya dia masuk sorga”. (HSR. Al-Bazzar dari Ibnu ‘Umar. Lihat: Ash-Shahihah no:2344; Shahihul Jami’ no:6318)
مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةُ 
Bahkan orang yang bersyahadat tauhid dengan menjalankan konsekwensinya mendapatkan jaminan masuk sorga dengan derajat yang sesuai dengan amalannya. Nabi Muhammad n bersabda:

“Barangsiapa bersyahadat (bersaksi) Laa ilaaha illa Allah (Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Alloh), tidak ada sekutu bagiNya; dan bahwa Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya; dan bahwa Isa adalah hambaNya, RasulNya, dan kalimatNya yang Dia berikan kepada Maryam, serta ruh (ciptaan)Nya; dan bahwa sorga benar-benar ada; dan bahwa neraka benar-benar ada, niscaya Allah masukkan ke dalam sorga sesuai dengan amalannya.” (HSR. Bukhari, no: 3435; Muslim, 28; dll, dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit)
مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ 
Demikian juga jaminan bagi orang yang bersyahadat tauhid dengan keselamatan dari neraka. Rosululloh n bersabda:

“Barangsiapa bersyahadat (bersaksi) Laa ilaaha illa Allah, dan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, niscaya Allah haramkan neraka atasnya.” (HSR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi, dari ‘Ubadah. Shahihul Jami’ no:6319)
مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ , حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ النَّارَ 
Juga sabda beliau n :

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka terhadap orang yang berkata Laa ilaaha illa Allah, mencari wajah Allah dengannya.” (HSR. Bukhari no:425, 667, 686, 6423, 7938; Muslim no:33, 657; dari ‘Itban bin Malik)
فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ 
SORGA HAROM BAGI ORANG MUSYRIK
Sebaliknya orang yang menyekutukan Alloh, maka tidak ada jalan baginya untuk masuk sorgaNya. Bahkan surga diharamkan baginya. Alloh Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam”, padahal Al-Masih (sendiri) berkata:”Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku dan Rabbmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS. 5:72)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَابَنِى إِسْرَاءِيلُ اعْبُدُوا اللهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ 
Demikian juga orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh dan RosulNya, mustahil masuk ke dalam sorgaNya. Alloh Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lobang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS. 7:40)
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِئَايَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لاَتُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَآءِ وَلاَيَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ {40} 
Dengan keterangan ini, maka kita mengetahui alangkah besarnya nikmat iman dan tauhid yang Alloh limpahkan kepada hamba-hambaNya. Semoga Alloh selalu membimbing kita di atas kebaikan.



Artikel: www.ustadzmuslim.com